BeritaViral

Umat Kristen di Intimidasi dan Dibubarkan Saat Kebaktian di Padang

Kasus ini mencuat menjadi sorotan publik setelah Juni Anton Zai, 26 tahun, melaporkannya ke pihak kepolisian. Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) juga mendesak polisi untuk mengambil tindakan hukum terhadap pelaku.

– Belasan jemaat Gereja Bethel Indonesia (GBI) Solagracia di , Padang, Sumatera Barat, mengalami pengalaman menakutkan saat kebaktian mereka diintimidasi, diancam, dan dibubarkan pada Selasa, 29 Agustus 2023.

Kasus ini mencuat menjadi sorotan publik setelah , 26 tahun, melaporkannya ke pihak kepolisian. Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) juga mendesak polisi untuk mengambil tindakan hukum terhadap pelaku.

Namun, respons dari pihak berwenang, termasuk polisi dan Forum Kerukunan Umat Beragama () Sumatra Barat, mengejutkan banyak pihak.

Mereka mengklaim peristiwa ini hanya merupakan “kesalahpahaman” terkait “etika bertetangga”. Bahkan, pelaku yang telah mengancam jemaat dan mengganggu kebaktian diberi alasan mengidap “gangguan jiwa” dan dilepaskan.

Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, mengkritik respons ini, menyebutnya sebagai “pengabaian” terhadap hak-hak korban untuk beribadah secara bebas.

Halili menyatakan keprihatinannya dan mengingatkan bahwa tanpa penegakan hukum yang adil, peristiwa semacam ini berpotensi terulang.

Kejadian ini menambah daftar kasus intoleransi di Kota Padang, yang pada tahun 2022 dinyatakan sebagai kota paling intoleran ketiga di Indonesia oleh laporan Setara Institute.

BACA JUGA : Siswi SMA Ini Berani Tantang Kapolri dalam Debat untuk Cari Keadilan bagi Ayahnya

Juni, seorang buruh harian lepas, telah mengontrak sebuah rumah di Kampung Nias 3, Padang, sejak Juli 2023. Pada 29 Agustus, Juni menjadi tuan rumah kebaktian jemaat GBI Solagracia.

Saat kebaktian dimulai sekitar pukul 20.10 WIB, seorang perempuan yang tinggal di belakang rumah kontrakan tersebut mendatangi para jemaat. Perempuan ini dengan keras berteriak, datang ke rumah, dan bahkan memecahkan jendela rumah.

Jemaat GBI sangat terkejut, dan ibadah mereka terganggu. Anak-anak dan bayi juga terkejut oleh insiden tersebut. Perempuan ini kemudian membatalkan kebaktian dengan berteriak.

Seluruh jemaat akhirnya keluar dari rumah. Perempuan yang diidentifikasi sebagai L, suaminya, serta dua adiknya yang berinisial D dan N, hadir dalam insiden tersebut.

Ketika Juni mencoba berbicara baik-baik dengan mereka, mereka menolak dan bahkan mengancam para jemaat. Adik perempuan tersebut bahkan membawa sebilah parang dan mengancam.

Sebuah video yang diterima oleh BBC News Indonesia dari Juni menunjukkan cuplikan peristiwa tersebut. Dalam video tersebut, L mengklaim bahwa rumah itu miliknya, sedangkan seorang pria mengatakan bahwa rumah itu adalah “rumah keluarga” yang dulunya dimiliki oleh neneknya.

Juni telah mengontrak rumah tersebut dari seorang perempuan berinisial Y yang berdomisili di Pekanbaru, Riau. Juni mengklaim telah meminta izin kepada pemilik rumah untuk mengadakan ibadah di sana. Mereka bahkan telah bersepakat secara tertulis.

Namun, setelah insiden tersebut, Ketua RT setempat menyatakan bahwa kegiatan ibadah tidak memiliki izin. Juni mengaku tidak mengetahui bahwa para pelaku adalah keluarga pemilik kontrakan tersebut.

Juni melaporkan insiden ini kepada Polresta Padang pada Rabu, 30 Agustus 2023, dengan harapan agar kasus ini dapat diusut secara pidana dan menghindari terulangnya ancaman saat ibadah.

Namun, yang mengejutkan, polisi memutuskan untuk memulangkan pelaku dengan alasan bahwa mereka mengidap “gangguan jiwa” dan bahwa ini hanya merupakan “kesalahpahaman antara pelapor dan terlapor.”

BACA JUGA : Pembakar Al-Qur’an di Swedia Dihukum TikTok, Nasibnya Terancam Bangkrut!

Peristiwa ini telah menimbulkan keresahan di kalangan umat Kristen, dan PGI mengimbau umat Kristen untuk tetap tenang. Mereka berharap agar polisi dapat menindak tegas pelaku yang telah mengancam para jemaat dengan ancaman pembunuhan vulgar untuk menghentikan ibadah.

PGI juga mempertahankan pentingnya musyawarah dan dialog dalam menyelesaikan konflik, namun tetap menekankan pentingnya penegakan hukum atas tindak pidana yang terjadi.

Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Padang, Japeri Jarab, mengimbau semua umat beragama untuk menghormati toleransi umat beragama dan menegaskan bahwa semua peraturan dan etika berkaitan dengan pelaksanaan ibadah harus dihormati.

BACA JUGA : Pria Jakarta Selatan Mengaku Korban Penculikan dan Penganiayaan oleh Oknum TNI, Meminta Bantuan Lewat Medsos

Halili Hasan dari Setara Institute mengkritik alasan pelaku yang mengklaim bahwa kegiatan ibadah yang tidak berizin adalah alasan yang dibuat-buat. Dia menekankan bahwa dalam konteks kebaktian di rumah, seharusnya tidak ada pembatasan seperti itu.

Proses mediasi yang diupayakan dalam kasus ini juga dianggap tidak adil bagi korban, terutama dengan alasan bahwa peristiwa tersebut hanyalah “kesalahpahaman.” Halili menyatakan pentingnya penegakan hukum untuk mencegah terulangnya peristiwa serupa.

Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya melindungi hak-hak minoritas agama dan menjaga kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat. Penegakan hukum yang adil menjadi kunci untuk mencegah intoleransi dan penganiayaan berdasarkan keyakinan agama.

Related Posts

1 of 63