– SMK Negeri 1 Taliwang, Sumbawa Barat, menjadi pusat perbincangan di kalangan pendidikan agama Islam (PAI) setelah seorang guru bernama Akbar Sarosa dilaporkan ke polisi oleh orangtua seorang murid.
Laporan ini bermula dari tindakan Akbar yang menghukum tiga siswa yang tidak mau mengikuti salat berjamaah di sekolah. Akibatnya, Akbar harus menghadapi tuntutan hukum senilai Rp50 juta.
Kronologi insiden ini dimulai ketika Akbar mengajak siswanya untuk melaksanakan salat Zuhur berjamaah. Sayangnya, ada tiga siswa yang menolak untuk ikut serta dan memilih mangkir dari salat berjamaah.
Akbar pun mencoba untuk menegur ketiganya, namun mereka tetap tidak mengindahkan perintahnya.
Akhirnya, sebagai hukuman, Akbar memutuskan untuk menghukum ketiganya dengan cara memukul telapak tangan dan pundak mereka.
Tidak lama setelah kejadian tersebut, seorang orang tua murid yang tidak menerima tindakan hukuman terhadap anaknya melaporkan Akbar ke polisi. Ia menuntut ganti rugi sebesar Rp50 juta sebagai kompensasi atas tindakan guru tersebut.
Sebuah unggahan di TikTok oleh akun bernama deni_ali28 menjadi sorotan dan memicu perdebatan luas.
Dalam video tersebut, pengguna akun tersebut menuliskan keterangan yang menyayangkan kondisi guru PAI tersebut.
@deni_ali28 Sedih sekali melihat keadaan Guru Saat ini. Semuanya Serba Salah😢 #savepakakbar #pgri #pgrisumbawabarat #gurusmk1sumbawabarat ♬ suara asli – Deni Ali
Ia juga mengungkapkan perasaan sedih melihat situasi yang berkembang.
Kasus ini dengan cepat menjadi viral dan menarik perhatian banyak pihak. Guru-guru di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, turun ke jalan dalam sebuah aksi solidaritas untuk menuntut keadilan bagi Akbar.
BACA JUGA : Kisah Sedih Anak Dini Afrianti yang Kehilangan Ibunya Sejak Lahir, Kini Hanya Dapat Merenung di Depan Makam
Ratusan guru terlihat bergabung dalam aksi tersebut dengan harapan Akbar akan dibebaskan dari tuntutan hukum yang menghantui.
Salah satu guru yang turut serta dalam aksi solidaritas ini menggunakan pengeras suara untuk menyampaikan pesan. Ia menyebutkan bahwa sebelumnya telah ada upaya permintaan maaf dari pihak Akbar kepada orang tua murid yang merasa terganggu oleh tindakan hukuman tersebut. Meskipun ada upaya permintaan maaf, kasus ini tetap berlanjut hingga ke ranah hukum.
Sementara itu, sidang kasus Akbar ditunda beberapa waktu ke depan. Kasus ini menjadi sorotan publik dan mengundang perbincangan luas tentang hubungan antara agama, pendidikan, dan hukuman di sekolah.
Di kolom komentar, ada informasi bahwa aksi solidaritas akan dilanjutkan dalam waktu dekat. Guru-guru dan pendukung Akbar berharap agar keadilan dapat ditegakkan dalam kasus ini.
Kasus ini menunjukkan kompleksitas peran guru dalam mendidik siswa dalam konteks agama, serta bagaimana tindakan hukuman di sekolah dapat memicu perdebatan yang serius dalam masyarakat.