Satu perahu tiba di Kabupaten Bireuen di Provinsi Aceh dengan 256 orang di dalamnya, sementara setidaknya satu kapal lain yang membawa 239 etnis Rohingya tiba di wilayah Pidie di Aceh, dan sebuah perahu yang lebih kecil membawa 36 orang tiba di Aceh Timur.
Kedatangan terbaru ini berarti lebih dari 800 pengungsi telah mendarat di Provinsi Aceh hanya dalam seminggu ini, setelah 196 orang tiba pada hari Selasa dan 147 orang pada hari Rabu, menurut pejabat setempat.
Menurut kantor berita AFP, perahu Rohingya berlabuh di pantai di Bireuen setelah para pengungsi turun.
Para pengungsi tersebut ditahan di tempat penampungan sementara sambil menunggu keputusan dari pihak berwenang mengenai nasib mereka.
Mereka yang berhasil mendarat, siap melanjutkan perjalanan lagi.
Tantangan Kemanusiaan di Pidie
Cerita lain terjadi di Kabupaten Pidie ketika dua perahu pengungsi Rohingya yang masing-masing membawa 196 dan 147 orang berhasil mendarat di tanah Rencong. Kapal pertama tiba pada Selasa (14/11), disusul sehari kemudian oleh kapal kedua.
Seorang wartawan Hidayatullah di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia mengatakan total 343 pengungsi sekarang berada di tempat penampungan sementara di Gedung Yayasan Mina Raya. Dari jumlah tersebut, ada 103 anak-anak dan balita.
Dengan kedatangan pengungsi, gedung Mina Raya sekarang dipadati oleh 482 orang Rohingya. Sisanya berasal dari kedatangan pengungsi tahun sebelumnya.
Menurut laporan warga sekitar, para pengungsi ini bisa sampai di lokasi penampungan sementara karena kapal mereka sengaja dipacu dengan kecepatan tinggi, menyebabkan mesin rusak, dan kapal kandas ketika mendekati daratan.
Untuk kebutuhan makanan, mereka menerima layanan dari Kementerian Sosial. Selama tanggap darurat, makanan mereka diatur tiga kali sehari secara rutin. Mereka juga menjalani pemeriksaan kesehatan.
Baca Juga: Viral Penumpang Merokok di Pesawat, Hebohkan Penerbangan Batam ke Surabaya!
Mustaqimmah, seorang pengungsi Rohingya berusia 22 tahun asal Bangladesh yang ikut rombongan kapal pertama, mengatakan bahwa ia meninggalkan negaranya karena “hidup sulit.”
“Saya melaut selama sebelas hari, dan makan sehari sekali,” katanya.
Pengungsi lainnya adalah Muhammad Abbas, berusia 17 tahun, yang datang sendirian dan mengatakan bahwa ia “mencari tujuan negara yang lebih aman.”
Sejauh ini, Abbas mengaku khawatir dengan penolakan sebagian warga. “Ada [warga] yang ditakutkan, tapi ada juga yang menolong. Kalau ada yang menolong, syukur Alhamdulillah (segala puji bagi Allah),” katanya.
Namun, kemungkinan besar Mustaqimmah dan Abbas tidak akan tinggal lama di tempat penampungan ini. Alasannya, warga di sekitar lokasi penampungan telah memberikan ultimatum kepada mereka untuk pergi ke lokasi lain, paling lambat Minggu (19/11).
HALAMAN 2
Pengungsi Rohingya Aceh