Nongki Ngopi – Pada Jumat sore tanggal 22 Maret 2024, sebuah peristiwa alam yang mengejutkan terjadi di Desa Grabagan, Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah (Jateng).
“” yang biasa disebut “Bledug Cangkring” tiba-tiba mengeluarkan semburan lumpur deras menyusul gempa magnitudo 6,5 yang terjadi di Kabupaten Tuban, Jawa Timur (Jatim).
Kepala Desa Grabagan, Eko Setyawan, menjelaskan bahwa fenomena serupa pernah terjadi saat gempa besar melanda daerah lain, seperti saat gempa Yogyakarta pada Mei 2006.
Eko Setyawan menjelaskan bahwa saat gempa besar terjadi, seperti yang terjadi pada Jumat tersebut, “Baby Volcano” secara konsisten mengalami erupsi lumpur.
“Tadi pukul 16.00 WIB lumpur muntah dan melimpas. Saat ada gempa besar pasti muntah. Ibarat mangkok yang digoyang-goyangkan pasti tumpah,” ujar Eko.
Peristiwa serupa tercatat juga pada 22 Februari 2022, meskipun saat itu tidak ada gempa yang tercatat mengguncang Indonesia.
BACA JUGA : Potensi Munculnya Kembali Selat Muria Setelah 300 Tahun Hilang di Pesisir Jawa Tengah
Saat ini, lumpur asin beraroma belerang dari “Baby Volcano” telah membanjiri kawasan wisata Bledug Cangkring dan bahkan telah masuk ke pekarangan empat rumah di Desa Grabagan.
Eko menyatakan bahwa meskipun erupsi lumpur telah berhenti pada pukul 21.00 WIB, langkah selanjutnya adalah membersihkan lumpur yang meluber dengan jarak sekitar 100 meter dan kedalaman 15 sentimeter.
Budi Aji, seorang tokoh masyarakat Desa Grabagan, menambahkan bahwa fenomena semburan lumpur di “Baby Volcano” sangat jarang terjadi.
Menurut keyakinan warga setempat, peristiwa ini bisa menjadi pertanda adanya bencana besar di daerah lain. “Dan kepercayaan di sini adalah sebuah pertanda bakal ada bencana besar di daerah lain. Wallahu a’lam bishawab, semoga baik-baik saja,” ungkap Budi.
Fenomena “Baby Volcano” ini juga menimbulkan perbincangan terkait mitologi setempat yang menyebutkan hubungannya dengan legenda Jaka Linglung.
Namun, dari sudut pandang ilmiah, Ahli Geologi Handoko Teguh Wibowo menjelaskan bahwa “Baby Volcano” adalah salah satu dari beberapa situs gejala geologi berupa gunung lumpur (mud volcano) di wilayah Grobogan dan Blora. Keberadaan gunung lumpur ini mengindikasikan adanya minyak dan gas di dalam tanah.
BACA JUGA : Oknum Polisi di Palembang Menembak dan Menusuk Dua Debt Collector
Handoko menjelaskan bahwa meskipun fenomena semburan lumpur mirip erupsi, “Baby Volcano” berbeda dengan kasus mud volcano di Sidoarjo.
Lumpur dari “Baby Volcano” memiliki suhu yang relatif rendah, berkisar antara 30 derajat Celsius hingga 32 derajat Celsius, sementara lumpur di Sidoarjo memiliki suhu mencapai 100 derajat Celsius.
Sementara banyak yang menarik perhatian pada fenomena alam ini, ada juga yang mengkhawatirkan adanya potensi bencana di tempat lain yang bisa saja terjadi.
Namun, dalam kerangka ilmiah, fenomena “Baby Volcano” ini memberikan wawasan penting tentang potensi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut.
Sebagai tambahan, lokasi “Baby Volcano” dan fenomena serupa lainnya, seperti Bledug Kuwu di Desa Kuwu, serta Oro Oro Kesongo di Desa Gabusan, menambah kekayaan alam dan keunikan geologis di wilayah Jawa Tengah.
Sumber: Kompas