– Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Dinas Kesehatan setempat tengah terlibat dalam koordinasi intensif terkait pemecatan 249 tenaga kesehatan (nakes) di Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keputusan ini menimbulkan kontroversi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan organisasi profesi.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, dalam sebuah pernyataan mengungkapkan bahwa Kemenkes akan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat untuk memahami akar permasalahan yang menyebabkan pemecatan tersebut. “Kami coba koordinasikan untuk mengetahui permasalahannya,” ujarnya saat dihubungi pada Kamis, 11 April 2024.
Siti Nadia menjelaskan bahwa Kemenkes sebelumnya telah menetapkan standar jumlah tenaga kesehatan yang diperlukan di setiap Rumah Sakit dan Puskesmas. Oleh karena itu, seharusnya Dinas Kesehatan setempat mempertimbangkan hal ini sebelum mengambil keputusan.
BACA JUGA : Biodata Jarot Joker dan Kronologi Kecelakaan Viral di TikTok yang Merenggut Nyawa Eka Putri!
Namun demikian, Siti menekankan bahwa masalah ini pada akhirnya adalah kewenangan pemerintah daerah. “Tapi ini masalah Aparatur Sipil Negara di daerah yang merupakan kewenangan pemerintah daerah setempat,” katanya.
Pemecatan tersebut dilakukan oleh Bupati Manggarai, Herybertus GL Nabit, yang mencakup 249 nakes yang tidak diperpanjang Surat Perintah Kerja (SPK) untuk tahun 2024.
Keputusan ini menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Ketua Dewan Pengurus Nasional Forum Komunikasi Nakes dan Non-Nakes Indonesia (DPN FKHN) Indonesia, Sepri Latifan.
Sepri Latifan menyatakan bahwa pemecatan tersebut dilakukan karena para nakes melakukan demo untuk menuntut kenaikan upah. “Kita mendapat informasi bahwa 249 Tenaga Kesehatan non ASN ini hanya mendapatkan upah 400 sampai 600 ribu setiap bulannya,” katanya dalam keterangannya pada Kamis.
Reaksi dari Sepri Latifan juga mencerminkan kekecewaan terhadap sikap Bupati Manggarai. Ia menegaskan bahwa seharusnya bupati mengutamakan pendekatan persuasif terlebih lagi mengingat jasa para nakes selama pandemi Covid-19. “Mereka punya andil besar ketika Indonesia dihantam badai pandemi Covid-19,” tambahnya.
Kontroversi pemecatan ini menyoroti ketegangan antara kebutuhan akan pelayanan kesehatan yang memadai dan tuntutan hak-hak tenaga kesehatan.
Sementara pemerintah daerah dihadapkan pada tekanan untuk mengelola anggaran dengan efisien, keputusan semacam ini juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap layanan kesehatan masyarakat dan kesejahteraan tenaga kesehatan itu sendiri.