Potongan gambar percakapan WhatsApp antara Putu Satria Ananta dan kekasihnya sebelum dia tewas dianiaya oleh seniornya di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Jakarta Utara, telah menjadi viral di sejumlah platform media sosial.
Percakapan itu mengungkap serangkaian pengalaman pahit yang dialami Putu selama masa pendidikannya di STIP, memperlihatkan pola penganiayaan yang tidak manusiawi.
Menurut Tumbur Aritonang, kuasa hukum keluarga korban, dalam percakapan itu, Putu secara berulang kali membagikan pengalaman traumatisnya kepada kekasihnya melalui pesan aplikasi WhatsApp.
BACA JUGA : Viral ASI Bubuk Influencer di Medsos, Apakah Baik atau Buruk untuk Anak?
Putu mengakui sering menjadi korban penganiayaan oleh sejumlah seniornya selama masa pendidikan. Bahkan, ia tidak segan-segan mengirimkan foto-foto luka lebam pada tubuhnya setelah mengalami aksi kekerasan tersebut.
“Tak henti-hentinya aku dipanggil oleh senior, dipukuli terus-terusan, sakit dadaku, ulu hati terus yang diincer,” ungkap Putu dalam percakapan tersebut, seperti yang disampaikan oleh Tumbur.
Sementara itu, Polres Metro Jakarta Utara telah menetapkan empat orang pelaku penganiayaan yang mengakibatkan kematian seorang mahasiswa STIP. Mereka adalah Tegar Arif Sanjaya (TRS), FA alias A, KAK alias K, dan WJP alias W.
Penyelidikan polisi mengungkap bahwa aksi penganiayaan tersebut merupakan bagian dari “tradisi” di lingkungan pendidikan STIP yang melibatkan hukuman fisik terhadap mahasiswa yang dianggap melanggar aturan.
Kronologi lengkap tragedi ini terungkap saat Kombes Gidion Arif Setyawan, Kapolres Metro Jakarta Utara, menjelaskan bahwa peristiwa penganiayaan terjadi pada pagi hari Jumat, 3 Mei 2024.
Putu dan empat rekannya dipanggil oleh lima orang senior untuk menjalani hukuman di kamar mandi sebagai bagian dari “tradisi” tersebut. Putu adalah yang pertama kali menerima pemukulan, yang akhirnya mengakibatkan kehilangan kesadaran dan jatuh pingsan.
BACA JUGA : Anak Kiai Ponpes di Jember Sering Praktik Open BO dengan Waria, Istri Ungkap Agar Suaminya Dapat Sanksi Sosial
“Pemukulan di bagian ulu hati sebanyak 5 kali, berdasarkan keterangan saksi. Kemudian, korban dipukuli, maka hilang kesadaran, lalu pingsan dan jatuh,” jelas Kombes Gidion.
Para pelaku yang panik setelah melihat kondisi Putu yang tidak sadarkan diri, berusaha melakukan pertolongan dengan cara yang tidak tepat, yang malah mengakibatkan kematian Putu. Pelaku yang terlibat langsung dalam penganiayaan diidentifikasi dan ditahan oleh kepolisian.
Kematian Putu Ananta menjadi puncak dari serangkaian insiden penganiayaan dan kekerasan yang terjadi di lingkungan pendidikan STIP. Kasus ini menjadi sorotan masyarakat dan mengundang pertanyaan tentang keamanan dan kebijakan lingkungan pendidikan di Indonesia.
Peristiwa ini memicu panggilan untuk reformasi dalam penanganan kasus penganiayaan di lembaga pendidikan, serta perlindungan yang lebih baik bagi mahasiswa dari tindak kekerasan.