Meskipun diperkirakan tidak akan lolos menjadi undang-undang, langkah awal untuk mengesahkannya telah menimbulkan kemarahan. Para pengunjuk rasa menilai RUU ini menunjukkan meningkatnya ancaman terhadap hak-hak mereka.
Baca Juga: Ketegangan Pilkada 2024 di Sampang Berujung Maut, Satu Nyawa Melayang
Protes kali ini tidak hanya sekadar menolak RUU, tetapi juga menjadi perayaan kebangkitan budaya dan identitas Māori. Shanell Bob, seorang peserta, menyatakan bahwa aksi ini adalah perjuangan untuk anak-anak dan cucu-cucu Māori. “Kami berjuang untuk tamariki dan mokopuna kami, agar mereka bisa mendapatkan apa yang belum bisa kami miliki,” katanya.
Aksi damai ini dihadiri oleh lebih dari 35.000 orang, menjadikannya salah satu demonstrasi terbesar dalam sejarah Selandia Baru. Wali Kota Wellington juga turut serta dalam pawai, bersama dengan sejumlah sekolah yang mengizinkan siswanya untuk bergabung.
Para pengunjuk rasa berharap aksi ini dapat mendorong persatuan antara Māori dan Pākehā. “Kami berharap bisa bersatu dengan teman-teman Eropa kami,” ujar Papa Heta, salah satu demonstran.
Baca Juga Artikel dan Berita Nongki Lainnya di Google News