Berita

Sutradara dan Tiga Pakar Hukum Dilaporkan ke Polisi Terkait Film Dirty Vote

Tiga pakar hukum tata negara dan seorang sutradara yang terlibat dalam pembuatan film dokumenter "Dirty Vote" dilaporkan ke polisi oleh Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi).


NongkiNgopi.com – Tiga pakar hukum tata negara dan seorang sutradara yang terlibat dalam pembuatan film dokumenter “Dirty Vote” dilaporkan ke polisi oleh Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi). Laporan tersebut disampaikan ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) dengan Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, Bivitri Susanti, dan sutradara Dandhy Laksono sebagai terlapor.

Ketua Umum Foksi, M. Natsir Sahib, menyatakan bahwa proses pelaporan telah dilakukan dan berkasnya dilengkapi pada hari tersebut setelah sebelumnya ada kekurangan. Natsir menilai bahwa film “Dirty Vote”, yang membahas dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024, merugikan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang bertarung dalam kontestasi tersebut.

Menurutnya, ada indikasi pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh keempat individu tersebut, terutama karena perilisan film tersebut terjadi pada masa tenang menjelang hari pencoblosan.

Baca Juga: Mengapa Film ‘Dirty Vote’ Dirilis di Awal Masa Tenang Pemilu? Sutradara Ungkap Alasannya!
Baca Juga: Massa di Papua Bakar Ratusan Kotak Suara KPU Setelah Pergoki Hilangnya Formulir C1!

Natsir menegaskan bahwa perilisan film tersebut di masa tenang merupakan tindakan yang bertentangan dengan Undang-undang Pemilu. Dia juga menyoroti keterlibatan Zainal, Feri, dan Bivitri dalam tim reformasi hukum di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) pada saat Mahfud MD menjabat sebagai menteri.

Mahfud MD sendiri adalah calon wakil presiden nomor urut 3 yang mendampingi calon presiden Ganjar Pranowo. Natsir menduga bahwa keempat individu tersebut telah merusak demokrasi dan menyebarkan isu-isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, yang berpotensi menciptakan fitnah dan menyebarkan data palsu kepada masyarakat.

Natsir menambahkan bahwa sutradara dan tiga pakar hukum tersebut diduga melanggar Pasal 287 ayat (5) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dia juga menyerukan agar Badan Reserse Kriminal Polri menangani kasus ini secara profesional, mengingat pelanggaran yang terjadi di masa tenang adalah hal serius dan bersifat tendensius terhadap salah satu calon.

Baca Juga:

"Hanya manusia biasa yang mencoba menjalani hidup sebaik mungkin. Kami mungkin tidak sempurna, kadang-kadang membuat kesalahan, dan memiliki keterbatasan kami sendiri. Namun, kami juga memiliki potensi untuk tumbuh, belajar, dan berkembang dari…

Related Posts

1 of 63