Nongki Ngopi – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, dengan tegas membantah narasi yang beredar dalam sebuah video di yang menyebutkan bahwa DKI Jakarta akan mengalami kelumpuhan akibat gempa megathrust.
Dalam keterangan tertulisnya, Dwikorita menjelaskan bahwa video yang viral tersebut telah dipotong oleh pihak tidak bertanggung jawab sehingga dapat dimaknai secara berbeda oleh warganet, yang pada akhirnya menimbulkan keresahan di masyarakat.
“(Video) itu adalah rekaman saat rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada hari Kamis tanggal 14 Maret 2024 di Senayan, Jakarta,” ungkap Dwikorita dalam keterangan tertulis, Minggu (17/3/2024).
Menurut Dwikorita, video tersebut sebenarnya merupakan rekaman dari rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR-RI pada tanggal 14 Maret 2024 di Senayan, Jakarta.
“Saya tengah memberi penjelasan kepada anggota dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di Bali,” lanjut dia.
Dalam rapat tersebut, Dwikorita memberikan penjelasan kepada anggota dewan mengenai alasan perlunya pembangunan Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami atau Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS) di Bali.
Penjelasan ini berkaitan dengan upaya BMKG dalam mengantisipasi terputusnya jaringan komunikasi akibat rusaknya infrastruktur seperti Base Transceiver Station (BTS) akibat gempa megathrust.
Lebih lanjut, Dwikorita menjelaskan bahwa kata “lumpuh” yang digunakan dalam rapat tersebut merujuk pada terputusnya jaringan komunikasi, bukan pada kondisi fisik Jakarta yang tidak berfungsi sama sekali.
BACA JUGA : Bibit Siklon Tropis 91S, 94S, dan 93P Mengancam Wilayah Indonesia, BMKG Mengeluarkan Peringatan Cuaca
Untuk mengantisipasi kondisi darurat seperti ini, BMKG telah membangun Gedung Operasional Peringatan Dini Tsunami atau InaTEWS di Bali sebagai fungsi back-up atau cadangan, meskipun di Jakarta sudah ada.
“Maka, sebagai upaya manajemen risiko demi keberlanjutan operasional sistem peringatan dini, Gedung Operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan tahan gempa dan tahan likuifaksi. Bangunan yang saat ini ditempati merupakan bekas Gedung Bandara Kemayoran yang dibangun di tahun 1980 an,” papar Dwikorita.
Pembangunan Gedung InaTEWS didasarkan pada skenario terburuk, yaitu jika gempa terjadi di lepas pantai Samudra Hindia pada jarak sekitar 250 kilometer dari tepi pantai.
Dalam skenario ini, gempa megathrust berkekuatan M 8.7 diperkirakan dapat melumpuhkan operasional InaTEWS BMKG di Jakarta karena terputusnya atau lumpuhnya jaringan komunikasi, ataupun robohnya Gedung Operasional lama yang tidak disiapkan untuk tahan gempa dan likuefaksi.
Dwikorita menegaskan pentingnya manajemen risiko demi keberlanjutan operasional sistem peringatan dini. Oleh karena itu, Gedung Operasional InaTEWS yang lama perlu dibangun kembali dengan standar bangunan tahan gempa dan tahan likuifaksi. Bangunan tersebut saat ini ditempati merupakan bekas Gedung Bandara Kemayoran yang dibangun pada tahun 1980-an.
Selain itu, Gedung Operasional Cadangan yang ada di Denpasar juga perlu disiapkan dengan desain khusus tahan gempa. Gedung ini dijadikan sebagai back-up jika sewaktu-waktu InaTEWS di Jakarta mengalami kelumpuhan.
BACA JUGA : Meningkatkan Kualitas Sinyal WiFi di Rumah Tanpa Biaya Tambahan
Dwikorita berharap bahwa penjelasan ini dapat meredakan kekhawatiran masyarakat yang timbul akibat beredarnya potongan video dengan narasi yang tidak sesuai konten dan konteksnya di media sosial.
Ia juga menekankan pentingnya masyarakat untuk menjadi lebih jeli dan hati-hati serta tidak menelan mentah-mentah isu atau kabar yang bersumber dari media sosial.
“Pastikan informasi yang diperoleh hanya dari BMKG. Karena hanya BMKG lah satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika,” ucap Dwikorita.
Dalam mengakhiri pernyataannya, Dwikorita menegaskan bahwa BMKG adalah satu-satunya lembaga pemerintah yang diberi kewenangan dan tugas di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Oleh karena itu, ia mengimbau agar masyarakat memperoleh informasi hanya dari BMKG untuk memastikan kebenaran dan keakuratan informasi terkait dengan kondisi cuaca dan bencana alam.
Sumber: Kompas