BeritaViral

Fakta-Fakta Penyebab Santri di Kediri yang Tewas Dianiaya! Pesan Terakhirnya Minta Dijemput Pulang

Mia Nur Khasanah (22), kakak dari korban, menyatakan bahwa awalnya pihak pondok pesantren menyebutkan bahwa adiknya meninggal karena jatuh di kamar mandi.

Nongki Ngopi – Seorang santri , identitasnya dirahasiakan dengan inisial (14), telah meninggal dunia pada Jumat (23/2/2024) dengan dugaan kuat bahwa kematiannya disebabkan oleh tindakan penganiayaan sesama santri. Insiden tragis ini terjadi di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, menimbulkan kehebohan dan keprihatinan di kalangan masyarakat.

BBM, yang berasal dari Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi, dipulangkan oleh pihak pondok pesantren dalam keadaan tak bernyawa. Meskipun pengurus pondok pesantren awalnya mengklaim bahwa kematian korban disebabkan oleh terpeleset di kamar mandi, keluarga korban curiga karena terdapat luka lebam pada tubuhnya.

BACA JUGA : Sempat ‘Kebal’ dengan Sajam, Pemuda ini Tewas Dibacok Tetangga di Palembang!

Pihak keluarga segera melaporkan kejadian ini ke Polsek Glenmore pada Sabtu (24/2) untuk mengungkap penyebab sebenarnya dari kematian tragis ini.

Berikut rangkuman fakta-fakta terkait insiden tersebut:

Korban Sempat Minta Pulang

Sekitar satu minggu sebelum kejadian tragis, santri bernama BBM telah meminta agar orang tuanya menjemputnya. Permintaan tersebut disampaikan melalui pesan WhatsApp (WA) kepada ibunya, Suyanti (38).

Dalam pesan tersebut, korban mengungkapkan ketakutannya saat berada di pondok pesantren.

“Ma, tolonglah jemput Bintang. Segera datang ke sini. Aku merasa takut, ma. Tolonglah. Segera jemput,” demikian isi pesan WA yang dikirimkan korban kepada ibunya, sekitar seminggu sebelum kejadian, seperti yang dilaporkan pada Senin (26/2/2024) sore.

Menurut Suyanti, anaknya telah menyampaikan keinginan untuk kembali ke Banyuwangi sejak Senin (19/2/2024). Bahkan, korban sempat melakukan video call.

Namun, meskipun demikian, anaknya tidak menjelaskan secara rinci alasan mengapa dia ingin dijemput oleh orangtuanya. Namun, ia sempat mengeluhkan sakit.

“Dia meminta untuk dijemput. Tidak ditanya mengapa, hanya meminta dijemput,” ungkap Suyanti pada Senin.

Menanggapi pesan dari anaknya, Suyanti hanya meminta agar ia bersabar dan bertahan hingga bulan Ramadan, mengingat saat itu ia sedang berada di Bali untuk bekerja.

Ia juga meminta putranya, Bintang, untuk membaca Al-Qur’an dan melaporkan kepada pengasuh pondok jika terjadi sesuatu.

“Ketika saya berencana menjemputnya sehari setelahnya, dia mengatakan tidak perlu. Katanya, sudah baik-baik saja dan merasa nyaman,” jelasnya, seperti yang dilaporkan dari Kompas.com.

Suyanti juga mengakui bahwa dia tidak pernah menyangka bahwa anak bungsunya akan meninggal dunia di pondok pesantren.

Ceceran Darah

Mia Nur Khasanah (22), kakak dari korban, menyatakan bahwa awalnya pihak pondok pesantren menyebutkan bahwa adiknya meninggal karena jatuh di kamar mandi. “Pada awalnya, dilaporkan bahwa kematian terjadi karena jatuh di kamar mandi,” kata Mia saat ditanya pada hari Senin (26/2).

Namun, kecurigaan muncul setelah darah menetes keluar dari peti mati ketika jenazah korban sedang dibawa. Melihat hal ini, keluarga meminta agar kain kafan dibuka.

Permintaan keluarga awalnya ditolak oleh FTH, yang juga sepupu korban. Diketahui bahwa FTH, bersama empat orang lain dari pondok pesantren, mengantar jenazah Bintang ke rumah keluarga mereka di Banyuwangi.

“Sepupu saya bilang dia sudah suci. Jadi, tidak perlu membuka [kain kafan]. Tapi kami tetap bersikeras karena mencurigai sesuatu karena darah menetes dari peti mati. Pada saat itu, ibu dan saya merasa campur aduk,” kata Mia.

Namun, keluarga terus menekan hingga akhirnya kain kafan dibuka. Mia mengungkapkan bahwa keluarga menjadi histeris saat melihat kondisi tubuh almarhum. “Saya berkata Astaghfirullah. Ada memar di seluruh tubuh, bersama dengan bekas tanda jeratan di leher. Hidungnya juga terlihat patah,” tambah Mia.

Selain itu, Mia menyebutkan bahwa ditemukan bekas luka bakar rokok di kaki korban dan luka di dada.

Dipicu Kesalahpahaman

Menurut Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji, motif di balik penganiayaan yang diduga dilakukan oleh para tersangka adalah adanya kesalahpahaman di antara para santri.

“Dugaan penganiayaan tersebut terjadi karena adanya kesalahpahaman di antara mereka, yang kemudian berujung pada tindakan penganiayaan yang terjadi berulang-ulang,” ujarnya.

BACA JUGA : Arlo, Korban Bully Geng TAI, Tersenyum Peluk Botol Alkohol Meski Dalam Kondisi Terbaring di Rumah Sakit

Meskipun begitu, penyidik masih terus melakukan penyelidikan lebih lanjut untuk mendalami motif tersebut.

Sementara itu, terkait detail dari tindak kekerasan yang dialami korban, polisi masih dalam proses penggalian keterangan dari saksi-saksi, baik yang berada di lingkungan pesantren maupun dari dokter yang melakukan pemeriksaan terhadap jenazah korban di Banyuwangi.

Bramastyo juga menyebut bahwa dugaan penganiayaan tersebut diduga terjadi di dalam lingkungan pesantren.

Empat Tersangka

Setelah menerima laporan dari keluarga korban, polisi segera bertindak dengan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan memeriksa sejumlah saksi.

Setelah melakukan serangkaian penyelidikan dan penyidikan, polisi akhirnya menetapkan empat tersangka, yang semuanya adalah senior korban.

“Sejak kasus ini dilaporkan ke Polsek Glenmore pada tanggal 24 Februari, kami telah bekerja sama dengan Satreskrim Polres Banyuwangi dan Kediri Kota untuk melakukan olah TKP dan memeriksa beberapa saksi,” kata Kapolres Kediri Kota, AKBP Bramastyo Priaji, pada Senin (26/2).

“Pada malam Minggu tanggal 25 Februari 2024, kami telah menahan empat orang dan menetapkan mereka sebagai tersangka,” tambahnya.

Keempat tersangka tersebut adalah MN (18) dari Sidoarjo, MA (18) dari Nganjuk, AF (16) dari Denpasar, dan AK (17) dari Surabaya. Mereka semua telah ditahan oleh pihak berwajib.

Para tersangka dijerat dengan Pasal 80 Ayat 3 UU Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak, Pasal 170 KUHP mengenai penggunaan kekerasan terhadap orang atau barang, serta Pasal 351 KUHP tentang tindak pidana berulang yang berujung pada kematian.

Ponpes Tidak Mengetahui Adanya penganiayaan

Pihak pengasuh pesantren Al Hanifiyah, Fatihunada, menyatakan bahwa mereka tidak mengetahui tentang dugaan penganiayaan yang diduga menyebabkan kematian salah seorang santrinya.

Menurut Fatihunada, pihak pesantren hanya menerima laporan dari pengurus bahwa korban meninggal karena terpeleset di kamar mandi.

“Saya diberitahu bahwa dia sudah meninggal. Laporan yang kami terima adalah bahwa dia terpeleset di kamar mandi,” ujar Fatihunada yang sering dipanggil Gus Fatih, pada Senin (26/2).

BACA JUGA : Tertangkap di Bus Tividi, Sidikat Maling Laptop Yang Tukar dengan Buku Diciduk oleh Penumpang dan Kru

Fatihunada juga mengatakan bahwa mereka sama sekali tidak menduga bahwa kematian santri tersebut disebabkan oleh tindakan penganiayaan dari sesama santri.

“Kami sama sekali tidak mengetahui tentang penganiayaan itu. Kami tidak pernah menduga hal semacam itu karena dari awal laporan yang kami terima adalah bahwa korban terpeleset,” tambahnya.

Setelah mendengar kabar tersebut, Fatihunada dan beberapa pengurus lainnya membantu dalam proses pemulangan jenazah.

Insiden ini menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban dan memunculkan keprihatinan dalam pengawasan di pondok pesantren. Kepolisian terus melakukan penyelidikan untuk mengungkap kebenaran dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan bagi korban.

BACA JUGA :

Sumber: Kompas, Cnn

Related Posts

1 of 63