Nongki Ngopi – Iuran BPJS Kesehatan akan mengalami perubahan mulai 1 Juli 2025. Hal ini seiring dengan diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2024 tentang jaminan kesehatan masyarakat yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo pada 8 Mei 2024.
Meskipun aturan baru ini telah disahkan, besaran iuran terbaru belum tercantum dalam Perpres 59/2024. Penetapan iuran, manfaat, dan tarif pelayanan diberikan tenggat waktu oleh Presiden Jokowi hingga 1 Juli 2025, sebagaimana termuat dalam Pasal 103B Ayat (8) Perpres tersebut.
BACA JUGA : AstraZeneca Mengakui Vaksin COVID-19 Mereka Dapat Menyebabkan Efek Samping yang Langka
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, menyatakan bahwa besaran tarif baru akan didiskusikan antara BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), serta Kementerian Keuangan.
“Nanti didiskusikan dahulu dengan Kemenkeu,” kata Ghufron melalui pesan teks, dikutip Selasa (14/5/2024).
Besaran Iuran Sementara Mengacu Perpres 63/2022
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Asih Eka Putri, mengatakan selama iuran baru belum diberlakukan, besaran iuran yang dibayarkan peserta masih mengacu pada aturan lama yaitu Perpres 63/2022. Dalam aturan tersebut, pembayaran masih menggunakan sistem kelas 1, 2, dan 3 JKN BPJS Kesehatan.
“Ya, merujuk pada aturan itu,” kata Asih sambil menambahkan bahwa pemerintah belum menetapkan iuran dalam sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) karena masih dalam proses penghitungan.
Dalam ketentuan iuran Perpres 63/2022, skema perhitungannya terbagi ke dalam beberapa aspek:
- Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya dibayarkan langsung oleh Pemerintah.
- Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan, termasuk Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-pegawai negeri, sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan, dengan ketentuan 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.
- Peserta PPU yang bekerja di BUMN, BUMD, dan Swasta, sebesar 5% dari gaji atau upah per bulan, dengan ketentuan 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.
- Keluarga tambahan PPU yang terdiri dari anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua, besaran iuran sebesar 1% dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
- Kerabat lain dari PPU seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lainnya, serta peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) serta peserta bukan pekerja memiliki perhitungan sendiri, berikut rinciannya:
- Sebesar Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III. Khusus untuk kelas III, bulan Juli – Desember 2020, peserta membayar iuran sebesar Rp 25.500, sisanya sebesar Rp 16.500 akan dibayar oleh pemerintah sebagai bantuan iuran. Per 1 Januari 2021, iuran peserta kelas III yaitu sebesar Rp 35.000, sementara pemerintah tetap memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7.000.
- Sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.
- Sebesar Rp 150.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
- Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan keluarga mereka membayar iuran sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
Dalam skema iuran terakhir yang termuat dalam Perpres 63/2022, pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016.
Denda dikenakan apabila dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap.
Berdasarkan Perpres 64/2020, besaran denda pelayanan sebesar 5% dari biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan rawat inap dikalikan dengan jumlah bulan tertunggak dengan ketentuan:
- Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 bulan.
- Besaran denda paling tinggi Rp 30.000.000.
- Bagi Peserta PPU, pembayaran denda pelayanan ditanggung oleh pemberi kerja.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, memastikan bahwa dengan skema perhitungan iuran terbaru yang mengacu pada sistem KRIS, besaran iurannya masih akan tetap berbeda meskipun sistem kelas 1, 2, dan 3 BPJS Kesehatan akan dihapus.
Ia juga menegaskan bahwa kelompok Penerima Bantuan Iuran (PBI) akan memiliki kewajiban yang lebih kecil. “Iuran PBI tidak mungkin sama dengan iuran kelompok peserta lain,” kata Ghufron. Ia memastikan nominal iuran yang dibayarkan peserta tetap berbeda-beda meskipun skema KRIS berlaku. “Tentu iuran tidak sama, kalau sama di mana gotong-royongnya?” ujarnya.
Sumber: detik