NongkiNgopi.com – Persaudaraan alumni dikabarkan mengancam akan mengepung bandara jika band asal Inggris Coldplay tetap mengadakan konser di Indonesia. Ancaman ini muncul karena kedatangan Coldplay dianggap mendukung LGBT.
Penggemar Coldplay di Indonesia sangat bergembira dengan dijadwalkannya konser mereka pada 15 November 2023. Tiket konser habis terjual dalam hitungan menit.
Namun, wakil sekretaris PA 212, Novel Bamukmin, menolak dengan tegas kedatangan Coldplay di Jakarta karena dianggap mendukung LGBT.
BACA JUGA : Eropa di Ujung Tanduk: Bahaya Lingkungan setelah Ledakan Depleted Uranium di Ukraina
Mahfud MD, seorang pejabat pemerintah, mengomentari penolakan PA 212 terhadap konser Coldplay. Ia meminta anak muda yang akan menonton konser tersebut untuk tidak takut.
Menurutnya, konser ini hanya merupakan hiburan belaka dan tidak perlu dilarang. Mahfud juga berencana untuk menyiapkan aparat keamanan guna memastikan kelancaran konser Coldplay.
Penolakan PA 212 terhadap konser Coldplay di Jakarta mendapat tanggapan dari Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno.
BACA JUGA : Presiden Jokowi Tunjuk Mahfud MD Sebagai Pelaksana Tugas Menkominfo
Ia menyatakan bahwa dalam negara demokrasi, penolakan harus disampaikan sesuai koridor yang berlaku. Sandiaga juga mengatakan bahwa event-event internasional seperti konser Coldplay dapat membuka peluang ekonomi bagi Indonesia.
Respon dari pejabat menyoroti ketegangan antara penolakan PA 212 berdasarkan alasan keagamaan dengan penekanan pemerintah terhadap prinsip demokrasi dan potensi ekonomi.
BACA JUGA : Ada Ancaman Tolak Konser Coldplay, Menhub Tegas Dukung Konser Coldplay
Ancaman PA 212 untuk mengepung bandara jika Coldplay tetap menggelar konser di Indonesia telah menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan pejabat.
Sementara PA 212 berargumen bahwa kedatangan band ini mendukung LGBT dan bertentangan dengan nilai-nilai agama, pejabat pemerintah berpendapat bahwa konser ini hanyalah hiburan dan peluang ekonomi.
Ketegangan antara kebebasan berekspresi dan nilai-nilai keagamaan tetap menjadi isu yang harus diselesaikan secara bijaksana dalam konteks demokrasi.