Menteri Perdagangan Ancam Tutup TikTok
– Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, mengumumkan rencananya untuk menandatangani revisi Permendag No 50 Tahun 2020 yang mengatur tentang media sosial dan e-commerce seperti TikTok Shop. Revisi ini bertujuan untuk memberikan peringatan dan, jika perlu, sanksi penutupan kepada media sosial yang melanggar aturan tersebut.
Dalam pernyataannya, Zulkifli mengungkapkan bahwa ia berharap revisi ini memberikan perlindungan kepada pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Selama ini, UMKM telah menilai bahwa keberadaan TikTok Shop merugikan mereka.
“Revisi Permendag 50/2020 akan kita tandatangani ini,” kata Zulkifli. Ia juga menjelaskan bahwa aturan yang diperbarui akan mengatur bahwa platform media sosial hanya diperbolehkan untuk memfasilitasi kegiatan promosi barang dan jasa. Media sosial tidak diperbolehkan melakukan transaksi jual beli secara langsung.
“Isinya social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa. Tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung nggak boleh lagi. Dia hanya boleh untuk promosi. Seperti TV ya? TV kan iklan boleh kan? Tapi TV kan gak bisa terima uang. Nggak bisa. Jadi dia semacam platform digital tugasnya mempromosikan,” jelasnya.
BACA JUGA : Bagaimana TikTok dan China Mencoba Menguasai Indonesia?
Selain itu, revisi Permendag ini juga mengharuskan platform media sosial dan e-commerce untuk dipisahkan. Hal ini bertujuan untuk mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis.
“Tidak ada sosial media, ini tidak ada kaitannya, jadi dia harus dipisah, jadi algoritmanya itu tidak semua dikuasain, dan ini mencegah penggunaan data pribadi, apa namanya, untuk kepentingan bisnis,” kata dia.
Dalam hal produk-produk impor, Zulkifli menegaskan bahwa kita harus memperlakukan mereka sama dengan produk buatan dalam negeri. Produk impor juga harus memperoleh izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), sertifikat halal, serta memenuhi standar yang telah ditetapkan.
“Kita juga nanti diatur yang boleh langsung, produk-produk yang dari luar nih, dulu kita sebut dulu negative list, sekarang kita sebut positive list, yang boleh-boleh, kalau dulu negative list, negative list semua boleh kecuali. Kalau sekarang yang boleh, yang lainnya tidak boleh, diatur. Misalnya batik, buatan Indonesia, di sini banyak kok,” jelasnya.
Terakhir, dalam regulasi ini juga diatur bahwa dalam sekali transaksi produk impor melalui e-commerce, transaksi minimal senilai 100 dolar AS.
Zulkifli menyimpulkan bahwa revisi ini akan membantu mengatur ulang tata cara berbisnis di platform media sosial dan e-commerce, dengan fokus pada perlindungan UMKM serta perizinan dan standar produk impor.
Sumber: Republika.co.id