Sebuah kontroversi menimpa nama Livy Renata, seorang pemain film yang dikenal lewat karyanya dalam “Love in Game” (2022), ketika akun media sosial bernama l mengungkap sebuah tangkapan layar dari aplikasi Trakteer yang diduga miliknya.
Tangkapan layar tersebut menunjukkan Livy membuka sumbangan online untuk membelikan ibunya mobil baru.
Dalam tangkapan layar tersebut, keterangan menyatakan, “Mau beliin mobil mami,” sambil menampilkan foto ibu Livy, Susan Rahardjo, yang terlihat berpose manis di sebuah mobil Mercy putih sambil mengucapkan terima kasih pada anaknya. Hal ini menjadi viral dan mengundang beragam reaksi dari publik.
BACA JUGA : Ini Tampang Siswi MAN Demak yang Viral Karena Lakukan Penipuan Dana Talang Rp700 Juta!
Tak berhenti sampai di situ, Livy Renata menjadi perbincangan hangat di media sosial, dengan banyak netizen menuduhnya sebagai pengemis elit. Namun, di tengah sorotan tajam dari publik, Livy Renata akhirnya memberikan klarifikasi melalui broadcast channel miliknya.
“Dalam situasi seperti ini, saya merasa perlu untuk memberikan klarifikasi. Saya tidak membuka donasi, yang terjadi di sini adalah selfie eksklusif. Saya memahami jika hal ini bisa dipahami dengan beragam cara, namun saya ingin menegaskan bahwa tidak ada niat untuk meminta sumbangan,” tulis Livy Renata dalam klarifikasinya.
Lebih lanjut, Livy Renata menyinggung tentang jumlah pendapatan yang ia terima dari Trakteer, menyatakan bahwa itu tidak sebanding dengan harga mobil yang dibelikan untuk ibunya. Dia bahkan menyatakan kesiapannya untuk membeberkan bukti jika manajernya mengizinkannya.
“Bila memang ada keraguan, saya siap untuk menunjukkan bukti berapa sebenarnya harga mobil tersebut dan berapa yang saya dapatkan dari Trakteer. Saya tidak akan ragu untuk membuktikan hal ini. Dan jika memang ada anggapan bahwa dengan Trakteer bisa membeli mobil mewah, mungkin saya juga akan meminta rumah dan jet pribadi,” tambahnya.
Dalam klarifikasinya tersebut, Livy Renata juga menyoroti Trakteer sebagai sebuah platform yang memungkinkan kreator untuk menerima dukungan finansial sebagai apresiasi atas karyanya.
Kontroversi ini memberikan gambaran bahwa media sosial bisa menjadi senjata yang sangat tajam, di mana sebuah informasi tanpa konfirmasi yang tepat dapat dengan mudah memicu kecaman dan hujatan.