AkademiSejarah

Siapa sebenarnya mereka yang dapat disebut sebagai Pribumi Asli Indonesia?

Umumnya, pribumi atau orang asli Indonesia merujuk pada suku-suku seperti Jawa, Minangkabau, Bali, Dayak, Papua, dan suku-suku lain yang sering kita lihat mengenakan pakaian adat saat perayaan karnaval pada tanggal 17 Agustus.

Pribumi Asli Indonesia

nongkingopi.com – , banyak warisan dari zaman penjajahan masih dapat ditemui di sekitar kita. Selain warisan yang terlihat secara fisik seperti kota tua, tradisi hukum, dan warung tegal, terdapat juga warisan yang melekat pada mental masyarakat Indonesia saat ini. Salah satu warisan tersebut adalah konsep pribumi. Namun, siapakah sebenarnya pribumi?

BACA JUGA : Albert Einstein: Sebuah Kilas Balik Mengenai Orang Paling Jenius yang Pernah Ada

Definisi Suku-suku dan Pribumi Asli Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (), pribumi diartikan sebagai penghuni asli yang berasal dari tempat yang bersangkutan.

Umumnya, pribumi atau orang asli Indonesia merujuk pada suku-suku seperti Jawa, Minangkabau, Bali, Dayak, Papua, dan suku-suku lain yang sering kita lihat mengenakan pakaian adat saat perayaan karnaval pada tanggal 17 Agustus.

Namun, perlu diingat bahwa orang-orang keturunan Tionghoa, Arab, atau India bukanlah orang asing. Mereka juga lahir dan tumbuh besar di Indonesia serta mengadopsi budaya dan bahasa Indonesia.

Fakta Sejarah tentang Pendatang dan Perkawinan Silang

Bukti prasejarah menunjukkan bahwa Homo Erectus merupakan penghuni bumi Nusantara yang paling awal, diperkirakan telah ada sejak 1 hingga 2 juta tahun yang lalu.

Bahkan, sekitar 50% dari temuan fosil Homo Erectus di dunia berasal dari Indonesia. Kemudian, manusia modern mulai masuk ke Nusantara secara bertahap pada Era Pleistosen.

Pendatang ini dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Melanesia dan Austronesia. Orang Melanesia diduga telah datang sejak 50 ribu tahun yang lalu, sedangkan orang Austronesia sekitar 4 ribu tahun yang lalu.

BACA JUGA : Jejak Sejarah: Kota-kota Tertua di Dunia Yang Terus Berdiri

Kedua kelompok ini berkembang menjadi suku-suku yang kita kenal saat ini. Selain itu, hubungan dengan India melalui perdagangan logam dan rempah serta hubungan dengan dinasti Tiongkok di wilayah selatan juga mempengaruhi perkembangan budaya di Nusantara.

Kemudian, bangsa Arab juga datang melalui jalur perdagangan. Interaksi budaya ini menghasilkan banyak perkawinan silang antara suku-suku dan keturunan dari orang-orang asing ini menjadi bagian dari masyarakat Indonesia hingga puluhan generasi di atas kita.

Pengaruh Kolonial dan Penggolongan Etnis

Pada masa kolonial, pemerintah Eropa mulai menggolongkan orang berdasarkan asal-usul etnis mereka. Orang-orang Eropa menduduki golongan paling atas dan memiliki keistimewaan tertentu.

Diikuti oleh orang-orang Timur termasuk keturunan Tionghoa, Arab, dan India. Sementara itu, orang-orang pribumi ditempatkan pada posisi paling bawah dalam hierarki sosial.

Orang-orang Indo, yang merupakan keturunan campuran, juga mengalami kesulitan karena tidak jelas masuk dalam golongan mana.

Baca Juga: Suku Nias: Suku yang Sulit Terkalahkan Dalam Menghadapi Penjajahan Belanda

Namun, menjelang kemerdekaan, tokoh nasional seperti Cipto Mangunkusumo, Amir Syarifuddin, dan Soekarno mengusulkan agar orang-orang Tionghoa dan Indo lainnya diakui sebagai orang Indonesia selama mereka sudah menetap, berbudaya, dan berbahasa Indonesia.

Sayangnya, konsep ini hanya bertahan hingga tahun 1965. Di era Orde Baru, penggolongan antara pribumi dan non-pribumi kembali muncul.

Dampaknya, orang-orang keturunan asing harus beradaptasi secara ekstrim dengan budaya Indonesia, bahkan hingga mengubah nama mereka.

Setelah 32 tahun pemerintahan Orde Baru, konsep penggolongan pribumi versus non-pribumi akhirnya dihapuskan oleh Presiden Gus Dur.

Mengatasi Perbedaan dan Menghargai Keragaman

Saat ini, sudah bukan jamannya lagi mempermasalahkan asal-usul dan perbedaan lainnya. Perjalanan sejarah menunjukkan betapa kompleksnya keragaman budaya dan etnis di Indonesia.

Penting bagi kita untuk menghargai keragaman ini dan tidak terjebak dalam pemikiran kuno. Kita tidak boleh mengaku sebagai anak kekinian namun masih mempertahankan pola pikir kuno.

BACA JUGA : Papua Nugini: Mengapa Tidak Masuk dalam Benua Asia?

Semua suku dari Sabang sampai Merauke, baik pribumi maupun keturunan pendatang, seharusnya menyadari bahwa mereka memiliki peran penting dalam membangun bangsa Indonesia yang majemuk.

Dengan memahami sejarah dan menghargai keragaman budaya, kita dapat bersama-sama menciptakan masyarakat yang inklusif dan adil bagi semua warga negara Indonesia.

Sebagai anak bangsa, mari kita terus memperkuat persatuan, menghormati warisan nenek moyang, dan membangun masa depan yang lebih baik untuk Indonesia.***

Related Posts

1 of 17