Life Style

Milenial Jepang Pasrah di Tengah Kesuraman Ekonomi Negara

Generasi milenial di Jepang saat ini hanya bisa mengenang masa kejayaan booming ekonomi setelah Perang Dunia II.

Nongkingopi.com – Generasi milenial di Jepang saat ini hanya bisa mengenang masa kejayaan booming ekonomi setelah Perang Dunia II. Kisah-kisah korporasi hebat yang membuat Jepang mendunia kini hanya menjadi bagian dari sejarah bagi mereka.

Sektor otomotif, yang dulu dikuasai oleh Jepang dan menjadikannya eksportir otomotif terbesar di dunia, kini mulai kalah dengan China sebagai eksportir otomotif terbesar dalam tiga bulan pertama tahun 2023.

Menurut Seijiro Takeshita, dekan Sekolah Manajemen Informatika dan Inovasi di University of Shizuka, generasi milenial Jepang tidak lagi sama seperti generasi sebelumnya yang suka bekerja keras hingga meninggal.

Mereka saat ini mengidap sentimen negatif akibat peristiwa negatif internasional, krisis, dan bencana alam. Jumlah populasi milenial di Jepang hanya sekitar 22 juta jiwa, jauh lebih rendah daripada populasi milenial di Amerika Serikat yang mencapai 72 juta jiwa dan jauh lebih rendah daripada populasi milenial di China yang mencapai 400 juta jiwa.

Kehidupan milenial di Jepang dipenuhi dengan kesuraman ekonomi, dan mereka merasa bahagia hanya dengan bisa bertahan hidup. Impian besar mereka bukanlah memiliki kepemilikan materi, melainkan mencukupi kebutuhan hidup dan meraih kebahagiaan.

Rasa ketidakamanan secara ekonomi menghimpit milenial seperti ayam dan telur. Kesuraman ekonomi Jepang disebabkan menurunnya jumlah penduduk dari 128,1 juta jiwa (2008) menjadi 125,7 juta jiwa (2021).

Kelesuan ekonomi ini telah berlangsung selama tiga dekade sejak tahun 1991 dan salah satu dampaknya adalah ketidakmampuan milenial Jepang untuk memiliki keturunan.

BACA JUGA : Survei Mengungkapkan Meningkatnya Perselingkuhan Cewek di Indonesia Daripada Cowok

Pemerintah Jepang, di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Fumio Kishida, terus berupaya mengatasi situasi sulit ini.

Kebijakan PM sebelumnya dorong tingkat kelahiran dengan pertemuan warga lawan jenis, rangsangan pernikahan.

Namun, banyak warga yang masih merasa takut untuk memiliki dan membesarkan anak karena keterbatasan keuangan. Selain itu, Jepang juga tengah mempertimbangkan reformasi ke

imigrasian sebagai solusi untuk mengatasi kelesuan ekonomi. Mereka menyadari perlunya menerima kenyataan bahwa kehadiran warga asing di Jepang akan semakin penting di masa depan.

Diperkirakan bahwa Jepang akan membutuhkan sekitar 10% penduduk asing untuk mendorong perekonomian.

Dengan kondisi kesulitan ekonomi yang dialami Jepang dan penurunan jumlah penduduk serta keterbatasan jumlah milenialnya yang hidup pasrah, kita perlu mempertimbangkan implikasinya bagi negara lain, termasuk Indonesia.

Bonus demografi di Indonesia diperkirakan akan berlangsung hingga tahun 2030, namun hal ini bukan jaminan keberhasilan.

Indonesia harus bersiap menghadapi tantangan ekonomi dan sosial yang mungkin terjadi ketika bonus demografi berakhir.

Belajar dari Jepang, perencanaan matang dan kebijakan tepat jaga pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan generasi milenial.

Baca Juga: Video Joget TikTok di Mekkah yang Viral Tuai Kecaman dari Warganet!!

"Hanya manusia biasa yang mencoba menjalani hidup sebaik mungkin. Kami mungkin tidak sempurna, kadang-kadang membuat kesalahan, dan memiliki keterbatasan kami sendiri. Namun, kami juga memiliki potensi untuk tumbuh, belajar, dan berkembang dari…

Related Posts

1 of 25