– Gurun Sahara, diakui sebagai gurun terluas di dunia, menyajikan pemandangan pasir dan debu yang tampak tak berujung di bawah sinar matahari yang menyengat. Meluas di beberapa negara, termasuk Aljazair, Mesir, Mali, Sudan, dan Tunisia, gurun ini membentang sepanjang 4.800 kilometer di selatan Afrika Utara.
Meskipun pandangan dunia modern menggambarkan Sahara sebagai padang pasir yang gersang, bukti ilmiah menunjukkan bahwa pada masa lalu, wilayah ini adalah lahan hijau yang subur. Menurut laporan dari Natureworldnews, Gurun Sahara pernah menjadi rumah bagi sungai, danau, serta beragam hewan air.
Para ilmuwan mendefinisikan fenomena ini sebagai “penghijauan Gurun Sahara,” di mana lingkungan kering ini secara periodik berubah menjadi lahan hijau subur setiap 21.000 tahun.
Penelitian intensif telah dilakukan untuk memahami fenomena unik ini, dan bukti ilmiah menunjukkan bahwa periode lembab di Afrika Utara telah terjadi selama 800.000 tahun terakhir.
BACA JUGA : Cahaya Aurora Bukan Hanya Indah, Ternyata Punya Rahasia Unik! Apa Saja?
Fase basah ini diduga dipengaruhi oleh perubahan orbit Bumi mengelilingi Matahari. Meskipun fenomena ini terhenti selama zaman es ribuan tahun yang lalu, laporan penemuan pahatan dan lukisan batu kuno di Gurun Sahara memberikan bukti konkret bahwa wilayah ini dulu hijau subur. Pahatan batu menggambarkan keberadaan hewan-hewan air seperti kuda nil, buaya, dan kura-kura.
Pada tahun 2023, sebuah penelitian yang berjudul ‘Periode lembab Afrika Utara selama 800.000 tahun terakhir’ dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications pada bulan September.
Para peneliti dari Finlandia dan Inggris menggunakan model iklim “HadCM3B” untuk melakukan simulasi 20 Periode Lembab Afrika Utara selama 800.000 tahun terakhir.
Hasilnya menyimpulkan bahwa wilayah Sahara secara berkala menjadi hijau sebelum berubah menjadi gurun yang luas seperti yang dikenal saat ini.
BACA JUGA : Musim Hujan atau Kemarau? Dasarian Punya Jawabannya
Sebelumnya, pada tahun 2016, Institut Teknologi Massachusetts (MIT) melaporkan bahwa penurunan jumlah debu di Afrika menyebabkan intensifikasi monsun Sahara sekitar 11.000 tahun yang lalu. Temuan ini menunjukkan bahwa wilayah ini mengalami kondisi basah pada awal zaman Holosen.
Meskipun penghijauan Gurun Sahara tidak tampak pada masa kini, bukti bahwa wilayah ini pernah menerima curah hujan yang signifikan memberikan indikasi bahwa Periode Lembab Afrika Utara sangat mungkin terjadi lagi di masa depan. Para ilmuwan terus menggali rahasia Gurun Sahara, mengungkap sejarahnya yang kontras antara padang pasir gersang dan lahan hijau yang subur.***
Sumber: antariksa.republika