BeritaInternasional

Houthi Menggila dengan Serangan Besar-Besaran ke Kapal Dagang Di Laut Merah

Serangan ini dianggap sebagai serangan terbesar Houthi terhadap pelayaran komersial sejak serangan Israel ke Gaza dan dibentuknya Operation Prosperity Guardian oleh AS dan 13 negara sekutunya.

– Pada Selasa malam waktu setempat, kelompok Houthi dari Yaman melancarkan serangan besar-besaran terhadap kapal dagang di Laut Merah, dengan roket dan drone yang diluncurkan dari dua lokasi, yaitu Barat Daya Mokha dan Hodeidah, Yaman. Sekitar 50 kapal dagang berada di daerah tersebut saat serangan terjadi, di mana roket dan drone menghujani kapal-kapal yang berlayar.

Pejabat Kementerian Pertahanan AS, yang enggan disebutkan namanya, melaporkan bahwa serangan ini dilakukan pada Selasa malam. Meskipun belum ada laporan tentang kapal yang mengalami kerusakan akibat serangan tersebut, perusahaan keamanan maritim global Ambrey melaporkan adanya tembakan roket dan drone bersenjata.

Serangan ini dianggap sebagai serangan terbesar Houthi terhadap pelayaran komersial sejak serangan Israel ke Gaza dan dibentuknya Operation Prosperity Guardian oleh AS dan 13 negara sekutunya. Houthi menyatakan serangannya sebagai protes terhadap serangan ke Gaza yang telah berlangsung sejak 7 Oktober, menewaskan 23.000 warga. Kelompok milisi yang didukung oleh Iran ini mengancam akan terus melancarkan serangan hingga Gaza menerima “makanan dan obat-obatan yang dibutuhkannya.”

BACA JUGA : Presiden Uni Emirat Arab (MbZ) Tolak Permintaan Netanyahu Bayar Pekerja Palestina: Minta Saja Kepada Zelensky!

Sementara itu, pasukan AS dan koalisinya melaporkan mengirimkan armada tempurnya mendekati wilayah tersebut. Empat kapal perang koalisi dikirimkan sebagai respons terhadap serangan ini, yang dianggap sebagai serangan terbesar terhadap pelayaran komersial.

Dampak serangan Houthi tidak hanya terasa lokal, tetapi juga menciptakan dampak global. Wilayah Timur Tengah memiliki peran strategis dalam panggung perdagangan global dan sebagai pusat produksi migas dunia.

Akibatnya, beberapa perusahaan perkapalan besar dunia seperti Maersk, Mediterranean Shipping Company (MSC), Ocean Network Express (ONE), Hapag Lloyd, dan Hyundai Merchant Marine (HMM) memilih menghindari perairan Laut Merah.

Mereka memutuskan untuk memutar ke Tanjung Harapan di ujung Selatan Afrika, meningkatkan waktu tempuh dan biaya pelayaran.

Keputusan ini berdampak pada kenaikan tarif pengiriman. Tarif angkutan barang dari Asia ke Eropa Utara meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi di atas US$ 4.000 per unit 40 kaki. Tarif dari Asia hingga Pantai Timur Amerika Utara juga meningkat sebesar 55%, sementara harga di Pantai Barat naik 63%.

Larry Lindsey, kepala eksekutif firma penasihat ekonomi global Lindsey Group, mengatakan bahwa tekanan pada rantai pasokan yang telah menyebabkan inflasi sementara pada tahun 2022 mungkin akan kembali terjadi jika masalah di Laut Merah dan Samudera Hindia berlanjut.

BACA JUGA : Hizbullah Ancam Perangi Israel Habis-habisan, Setelah Akui Kekalahan Israel di Gaza: Kami Tak Takut!

Selain itu, ketegangan ini juga berpotensi memicu kenaikan harga minyak. Menurut Kepala penelitian minyak Goldman Sachs, Daan Struyven, ada potensi kenaikan harga minyak dunia antara 20% hingga 100%. Potensi ini muncul ketika konflik ini merambat ke Selat Hormuz, jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Laut Arab dan Teluk Persia.

Selat Hormuz, sebagai jalur pelayaran strategis yang menghubungkan Laut Arab dan Teluk Persia, menjadi titik fokus kenaikan potensial tersebut. Gangguan di Selat Hormuz dapat menyebabkan kenaikan harga minyak, memberikan dampak serius pada ekonomi global.

Ketegangan di Laut Merah dan potensi konflik yang melibatkan Selat Hormuz menjadi sorotan utama dalam agenda global. Dampaknya merambah ke berbagai sektor, termasuk perdagangan, ekonomi, dan harga minyak dunia. Perkembangan selanjutnya akan menjadi fokus perhatian dunia internasional.

Sumber: cnbc

Related Posts

1 of 63