Sebuah fenomena viral di media sosial telah menyoroti sebuah praktik baru dalam dunia ibu menyusui: pembekuan ASI menjadi bubuk.
Seorang influencer asal Singapura, Natasha Surya, berbagi pengalamannya dalam mengolah ASI menjadi bubuk melalui akun TikTok-nya, mencetuskan perdebatan di masyarakat seputar keamanan dan manfaat metode ini.
Natasha tidak melakukan proses pembubukan ASI sendiri, melainkan melalui bantuan sebuah perusahaan yang khusus bergerak dalam pembubukan ASI.
Proses ini, dikenal sebagai freeze drying atau pengeringan beku ASI, bertujuan memperpanjang umur simpan ASI dari enam bulan menjadi tiga tahun, memudahkan penyimpanan dan penggunaan ASI di luar masa cuti melahirkan.
Namun, dibalik kemudahan tersebut, ada sejumlah pertimbangan penting yang perlu dipahami. Satuan Tugas ASI IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) menyampaikan pesan tentang tujuan, kesesuaian manfaat, dan risiko penggunaan ASI yang telah melalui proses pembekuan menjadi bubuk ini untuk bayi.
Dampak dari freeze drying pada komponen penting ASI saat ini masih belum diketahui secara pasti. Proses ini dapat mempertahankan struktur molekul susu, tetapi penggunaan suhu tinggi untuk menghilangkan kandungan air memiliki dampak pada rasa dan kualitas ASI.
BACA JUGA : AstraZeneca Mengakui Vaksin COVID-19 Mereka Dapat Menyebabkan Efek Samping yang Langka
Tanpa bukti penelitian yang memadai, belum jelas apakah ASI yang telah diproses ini memiliki kandungan nutrisi yang tepat untuk bayi.
Selain itu, metode freeze drying tidak melalui prosedur pasteurisasi yang bertujuan membunuh bakteri berbahaya. Ini meninggalkan risiko kontaminasi, terutama saat pembubukan ASI ini diubah kembali menjadi bentuk cair dengan penambahan air sebelum dikonsumsi bayi.
Permasalahan lain yang muncul adalah apakah produk ASI yang telah dibekukan dan kemudian dikeringkan kembali dengan air dapat dianggap sebagai Radha’ah.
Bagi mayoritas umat muslim di Indonesia, Radha’ah adalah hubungan mahram yang diakibatkan oleh persusuan yang dilakukan oleh seorang perempuan kepada bayi yang bukan anak kandungnya.
Meskipun metode pembekuan ASI menjadi bubuk ini memiliki potensi untuk meringkas ruang penyimpanan dan mungkin lebih praktis untuk pemberian ASI di saat bayi tidak bersama ibu, namun perlu dicatat bahwa metode ini masih dalam tahap penelitian dan belum mendapatkan rekomendasi dari organisasi kesehatan seperti CDC, AAP, atau FDA.
BACA JUGA : Cegah Diabetes Mulai Sekarang dengan 3 Cara Mudah Ini
Satuan Tugas ASI Ikatan Dokter Anak Indonesia memperingatkan agar tidak gegabah mempromosikan atau memberikan ASI yang telah dibekukan dan dikeringkan kepada bayi, terutama pada bayi dengan kondisi medis tertentu seperti prematur atau bayi dengan gangguan kekebalan tubuh atau penyakit kronis.
Zat aktif yang menjadi keunggulan ASI dapat hilang dalam proses pembekuan dan pengeringan ini, sementara produk susu bubuk yang dihasilkan tidak melalui sterilisasi dan dapat meningkatkan risiko kontaminasi bakteri selama penyimpanan.
Dalam menghadapi tren baru ini, penting bagi masyarakat untuk memahami dengan cermat manfaat dan risiko dari setiap metode pengolahan ASI, serta mengonsultasikan dengan tenaga medis yang berkompeten sebelum mengambil keputusan mengenai pemberian ASI kepada bayi.
Menciptakan pemahaman yang baik akan membantu memastikan kesehatan dan kesejahteraan bayi yang menjadi prioritas utama dalam perawatan dan pengasuhan mereka.