– Puasa adalah salah satu rukun Islam, yang wajib bagi umat Islam di seluruh dunia. Ada berbagai jenis puasa yang harus dilakukan, antara lain puasa Ramadhan, puasa ikrar, dan puasa Sunni seperti puasa Syawal.
Bagaimana jika seseorang memiliki hutang puasa Ramadhan yang belum dibayar dan harus memilih apakah akan membayar hutang puasa atau melakukan puasa Syawal Sunan terlebih dahulu? Artikel ini membahas pandangan para peneliti tentang topik ini.
BACA JUGA : BMKG ungkap 5 penyebab suhu panas di Indonesia
Pendapat Ulama Tentang Urutan Puasa
Pendapat pertama: Mutasyaddid yang sangat ketat
Menurut para ulama yang termasuk golongan Mutasyaddid yang sangat ketat, jika seseorang memiliki kewajiban untuk membatalkan puasa, baik karena sakit atau sebab lain, maka kewajiban itu harus didahulukan dari puasa sunnah atau syawal.
Hal ini karena puasa Ramadhan merupakan kewajiban yang lebih utama dan berada di atas puasa Syawal Sunnah. Setelah hutang puasa dilunasi, seseorang dapat melakukan puasa Syawal Sunnah.
Alasan Pendapat Pertama
Menurut ulama Mutasyaddid, puasa Ramadhan merupakan kewajiban yang lebih utama dan di atas puasa Syawal Sunah. Jadi ketika seseorang memiliki hutang puasa Ramadhan yang belum terbayar, kewajiban harus didahulukan.
Karena jika seseorang berpuasa Syawal sunnah sebelum melunasi hutang ramadhan, maka puasa sunnah tidak ada nilainya. Sebaliknya, jika seseorang memilih untuk membayar hutang puasa Ramadhan terlebih dahulu, dia akan mendapat pahala atas kewajiban yang dipenuhi dan akan terbebas dari dosa karena hutang puasa telah dibayar.
BACA JUGA : Teori Pergerakan Lempeng Tektonik di Indonesia
Pendapat Kedua: Mutasahilin yang Agak Longgar
Sebaliknya, menurut ulama yang tergolong golongan Mutasahilin yang relatif longgar, seseorang boleh memilih menuntaskan puasa Syawal Sunah terlebih dahulu sebelum melunasi utang puasa Ramadhan. Hal ini karena puasa sunnah Syawal merupakan sunnah yang dianjurkan, bukan kewajiban.
Namun, jika seseorang memilih untuk menjalankan puasa Syawal Sunnah terlebih dahulu, ia tetap diwajibkan untuk membayar utang puasa Ramadhan sebelum bulan Ramadhan berikutnya dimulai.
Alasan Pendapat Kedua
Menurut pandangan ulama Mutasahilin puasa sunnah Syawal adalah sunnah yang dianjurkan, bukan kewajiban. Oleh karena itu, seseorang dapat memilih untuk berpuasa Syawal sunnah terlebih dahulu sebelum membayar hutang puasa Ramadhan.
Selain itu, puasa sunnah Syawal juga dapat mengimbangi puasa yang tidak tuntas selama bulan Ramadhan. Akan tetapi, jika seseorang memilih untuk menjalankan puasa Syawal sunnah terlebih dahulu.
Maka dia tetap wajib membayar hutang puasa Ramadhan sebelum melanjutkan ke Ramadhan berikutnya. Karena hutang puasa di bulan Ramadhan tetap menjadi kewajiban yang harus dibayar oleh setiap muslim.
Dalil dari Al-Quran dan Hadist
Ada beberapa dalil dari Al-Qur’an dan Hadits yang menjadi dasar bagi kedua pendapat ulama tersebut. Ayat yang menjadi dasar pendapat pertama adalah surat Al-Baqarah ayat 184.
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya : (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barangsiapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui (QS Al-Baqarah Ayat 184).
Dari ayat diatas menyatakan bahwa jika Seseorang harus mengganti puasanya di hari lain jika ia tidak dapat berpuasa di bulan Ramadhan.
Sementara itu, pendapat kedua mengacu pada hadis dari Sayyidah Aisyah radhiallahu ta’ala anha yang mengganti puasanya di bulan Sya’ban karena akan bertemu dengan rombongan selanjutnya.
Kecondongan Pribadi
Walaupun kedua pendapat peneliti tersebut memiliki dasar yang kuat, namun penulis sendiri lebih condong pada pendapat yang pertama. Salah satu alasannya adalah pernyataan pertama yang menegaskan bahwa kewajiban mengganti qadha harus didahulukan dari puasa sunnah.
Skala opini pertama: Hukum korporasi
Alasan lain yang mencondongkan penulis pada pendapat pertama adalah bahwa surat Al-Baqarah ayat 184. Menyatakan bahwa penyakit atau alasan lain yang tidak memungkinkan seseorang untuk berpuasa adalah alasan yang sah untuk berpuasa di hari lain.
Skala opini kedua: Puasa sunnah di bulan Syawal
Namun penulis juga mengakui bahwa pendapat kedua memiliki dasar yang kuat. Terutama karena hadits Sayyidah Aisyah radhiallahu ta’ala anha bahwa perubahan puasa di bulan Sya’ban diperbolehkan.
Selain itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menganjurkan puasa sunnah bulan Syawal, sehingga ada yang menganggap lebih diutamakan.
BACA JUGA : Islami IQ Option Kini Hadir di Android
Dalam hal ini perlu dipahami bahwa kedua pendapat para ahli tersebut memiliki dasar yang kuat dalam sudut pandang agama. Oleh karena itu, keadaan pribadi dan situasi yang dihadapi harus diperhatikan saat menentukan urutan puasa yang akan dilakukan.
Jika terdapat kewajiban untuk mengganti puasa yang tidak sempurna, maka seseorang harus mendahulukan qadha sebelum puasa sunnah. Karena Al-Qur’an menyatakan bahwa mengganti puasa yang terlewat di hari lain merupakan kewajiban yang harus dipenuhi.
Namun, jika situasinya memungkinkan untuk keduanya, Anda dapat melakukannya sesuai dengan situasi pribadi Anda. Namun, ingatlah bahwa mengubah qadha seseorang harus tetap menjadi prioritas.
Dalam hal ini, sebagai umat Islam, kita harus selalu berusaha untuk menjalankan kewajiban agama kita dengan baik dan benar. Oleh karena itu, penting untuk selalu mempelajari dan memahami hukum-hukum agama agar kita dapat menjalankan ibadah dengan benar dan mendapatkan ridha Allah SWT.